SELAMAT DATANG MAHASISWA JURUSAN MANAJEMEN

SELAMAT DATANG MAHASISWA JURUSAN MANAJEMEN

Selasa, 20 Maret 2012

Rektor Deddy Ismatullah “Telanjangi” UU Sistem Pendidikan Nasional


[www.uinsgd.ac.id] Rektor UIN Sunan Gunung Djati Bandung, Prof. Dr. H. Deddy Ismatullah, SH., M.Hum membeberkan interpretasinya tentang UU Sistem Pendidikan Nasional saat diminta menjadi pembicara pada diskusi yang diselenggarakan oleh  Fraksi Partasi Persatuan Pembangunan (FPPP) DPR RI di Gedung Nusantara I Jakarta, Jum’at (09/03/2012).
Diskusi yang bertajuk " Mencari Interpretasi Terhadap UUD 1945, Pasal 31 Ayat (3) tentang Satu Sistem Pendidikan Nasional" ini diselenggarakan untuk menanggapi isu tentang adanya penyatuan lembaga pendidikan yang tercantum dalam RUU Pendidikan yang rencananya akan disahkan pada akhir Masa Sidang sekarang. Namun dalam pembahasannya RUU ini masih menyisakan pertanyaan bagi masyarakat, akankah RUU ini sesuai dengan semangat bangsa yang ingin memberikan kemudahan akses bagi seluruh anak bangsa dalam mendapatkan pendidikan yang berkualitas dan terjangkau.

Selain Rektor UIN Sunan Gunung Djati sebagai pembicara, hadir pula Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie (Guru Besar Hukum Tata Negara Universtas Indonesia, Mantan Ketua MK), Prof. Dr. Dede Rosyada, M.Si  (Direktur Pendidikan Tinggi ISlam Kemenag), dan Dr. Reni Marlinawati (Anggota Komisi X DPR RI Fraksi PPP).

Prof. Dedi mengungkapkan bahwa yang dimaksud dengan  sistem  merupakan kesatuan komponen yang saling berkaitan dan saling berinteraksi untuk mencapai suatu  hasil yang diharapkan secara optimal sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan. Menurutnya ada tiga hal penting yang menjadi karakteristik "Satu sistem pendidikan", yaitu: tujuan, proses, dan Keterlibatan berbagai komponen pendukung proses. Hal Senada juga diungkapkan oleh Prof. Dede Rosyada. Sedangkan Prof. Jimly mengungkapkan bahwa makna "Satu Sistem Pendidikan" adalah bukan penyeragaman, melainkan ada keragaman di dalamnya. Satu Sistem Pendidikan merupakan an integrated system of education, bukan a uniform system of education. Oleh karena itu, penyelenggara pendidikan dimungkinkan dilaksanakan oleh siapapun. Sementara itu

Sementara Dr. Reni Marlinawati mengungkapkan dengan mengutip Nurcholish Madjid, seandainya negeri kita ini tidak mengalami penjajahan, tentulah pertumbuhan sistem pendidikan di Indonesia akan mengikuti jalur-jalur yang ditempuh pesantren-pesantren itu. Sehingga perguruan tinggi tidak akan berupa UI, IPB, ITB, UGM, UNAIR dan lain-lain, tetapi mungkin ‘universitas’ Tremas, Krapyak, Tebuireng, Bangkalan, Lasem dan seterusnya.

Menurut pandangan Rektor Deddy, secara filosofis makna sistem pendidikan adalah terhimpunnya komponen-komponen tertentu yang bergerak secara dinamis untuk mencapai tujuan pendidikan nasional, sedangkan secara psikologis, satu sistem pendidikan nasional adalah kebersamaan masyarakat dalam melaksanakan kegiatan pendidikan untuk membentuk jatidiri mereka yang berilmu, berakhlak, dan memiliki kecakapan pengetahuan.
“Sedangkan secara sosio-birokratis, pendidikan di Indonesia dijalankan oleh berbagai lembaga. Beberapa sistem pendidikan vokasional dilaksanakan oleh lembaga-lembaga tertentu, seperti kementerian pariwisata dan ekonomi kreatif yang mendirikan Sekolah Tinggi Pariwisata Bandung, Kementerian Dalam Negeri mendirikan Sekolah Tinggi Pemerintahan Dalam Negeri, dan beberapa sekolah tinggi kedinasan yang diselenggarakan leh beberapa kementerian lainnya,”Papar Rektor.
Dalam kesimpulannya, Rektor menyampaikan bahwa pemaknaan sistem pendidikan dengan pengertian satu atau tidak memenuhi makna filosofis, sosiologis, dan sosio-birokratis. Sehubungan dengan itu, pengertian sistem pendidikan harus dipahami dalam konteks filosofis, sosiologis, dan sosio-birokratis.
“Oleh sebab itu penyeragaman sisdiknas dalam satu atap kemungkinan akan menimbulkan kerawanan sosiologis dan politis, bukan interpretasi akurat, sehingga perumusan konstitusi pendidikan harus mempertimbangkan banyak aspek, supaya tidak menyisakan permasalahan di kemudian hari,”pungkas Rektor. [dudi, ibn ghifarie, utang]